Pertandingan Indonesia kontra Qatar di Stadion Utama Gelora Bung Karno diharapkan berjalan mulus tanpa gangguan dari, misalnya, petasan. PSSI pun diharapkan bisa mengatur agar pengamanan ditingkatkan lagi.
Laga kandang pertama Indonesia di fase ketiga kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia, saat menjamu Bahrain 6 September lalu ikut diwarnai insiden petasan yang membuat laga terhenti beberapa saat. Inilah yang diharapkan tak terulang lagi saat menjamu Qatar, Selasa (11/10/2011).
"Kami harap semua pihak bisa mematuhi hak dan kewajiban atas apa-apa yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Kita tak lagi berharap ada lagi petasan dan laser yang bisa mengganggu pertandingan," ujar Direktur Pengelola GBK Mahfudin Nigara di Senayan, Jakarta, Senin (10/10).
Sehubungan dengan hal tersebut, Nigara pun berharap PSSI bisa meningkatkan pengamanan agar kali ini tidak kecolongan lagi. Selain itu, para suporter pun ia harapkan bisa mematuhi peraturan.
"Pengelola GBK tak bisa lagi bertanggung jawab karena seperti yang Anda ketahui, ini yang dipakai peraturan FIFA. Dalam peraturan FIFA, pengelolaan semuanya ada di tangan federasi. Kami hanya bisa menyediakan tempat."
"Kami mengimbau PSSI bisa menjaga keamanan dengan baik dan benar. Saya pikir para penonton sudah cukup dewasa. Sudah bisa menerima mana yang baik dan tidak. Kalau boleh, kami meminta kepada PSSI untuk lebih meningkatkan keamanan. Mungkin kami bisa menyisir tempat-tempat di mana bisa memasukkan petasan ke dalam stadion," papar Nigara.
Menurutnya, pihak panitia sejatinya dapat belajar perihal pengamanan dan pengaturan arus penonton dari penyelenggara ajang-ajang serupa di luar negeri.
"Di luar negeri, para penonton sudah datang jauh sebelum pertandingan. Di ring satu, yang masuk adalah mereka-mereka yang hanya punya tiket. Sementara, di sini berkeliaran calo-calo tiket. Tapi, sekali lagi saya tidak mau menyalahkan."
"Di luar negeri, sampai di ring dua, tiket mereka sudah dirobek setengah. Jadi, sampai di ring satu mereka yang ada adalah mereka yang pegang tiket. Security mereka aktif," bebernya.
Bahkan, lanjutnya, pengaturan yang rapi untuk ajang-ajang besar pun sebenarnya sudah banyak diterapkan di Tanah Air, meskipun bukan untuk event olahaga.
"Ambil contoh konser Linkin Park kemarin, ada 30.000 orang datang. Tapi, tertib tidak ada yang bawa petasan atau botol minum dari luar, selain yang mereka jual di dalam. Kalau mereka bisa tertib, kenapa penonton sepakbola tidak?"
"Saya lihat kemarin, security mereka aktif. Mereka buat sekat-sekat sebelum masuk ke dalam area stadion dan penonton pun rapi dan mengantre. Ketika pertandingan security juga harusnya melihat ke penonton satu-satu," saran Nigara.
Selain itu, ia pun berharap agar pihak keamanan yang disiagakan di area GBK nantinya melakukan tugas dengan tegas tanpa kompromi, demi menjamin kelancaran pertandingan.
"Ini soal psikologi massa. Kalau penonton-penonton dibiarkan atau mereka cuma lihat dua atau tiga petugas, mereka pasti bakal melakukan. Tapi, kalau petugas tidak kompromi, mereka tidak akan berani," simpul Nigara.
Laga kandang pertama Indonesia di fase ketiga kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia, saat menjamu Bahrain 6 September lalu ikut diwarnai insiden petasan yang membuat laga terhenti beberapa saat. Inilah yang diharapkan tak terulang lagi saat menjamu Qatar, Selasa (11/10/2011).
"Kami harap semua pihak bisa mematuhi hak dan kewajiban atas apa-apa yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Kita tak lagi berharap ada lagi petasan dan laser yang bisa mengganggu pertandingan," ujar Direktur Pengelola GBK Mahfudin Nigara di Senayan, Jakarta, Senin (10/10).
Sehubungan dengan hal tersebut, Nigara pun berharap PSSI bisa meningkatkan pengamanan agar kali ini tidak kecolongan lagi. Selain itu, para suporter pun ia harapkan bisa mematuhi peraturan.
"Pengelola GBK tak bisa lagi bertanggung jawab karena seperti yang Anda ketahui, ini yang dipakai peraturan FIFA. Dalam peraturan FIFA, pengelolaan semuanya ada di tangan federasi. Kami hanya bisa menyediakan tempat."
"Kami mengimbau PSSI bisa menjaga keamanan dengan baik dan benar. Saya pikir para penonton sudah cukup dewasa. Sudah bisa menerima mana yang baik dan tidak. Kalau boleh, kami meminta kepada PSSI untuk lebih meningkatkan keamanan. Mungkin kami bisa menyisir tempat-tempat di mana bisa memasukkan petasan ke dalam stadion," papar Nigara.
Menurutnya, pihak panitia sejatinya dapat belajar perihal pengamanan dan pengaturan arus penonton dari penyelenggara ajang-ajang serupa di luar negeri.
"Di luar negeri, para penonton sudah datang jauh sebelum pertandingan. Di ring satu, yang masuk adalah mereka-mereka yang hanya punya tiket. Sementara, di sini berkeliaran calo-calo tiket. Tapi, sekali lagi saya tidak mau menyalahkan."
"Di luar negeri, sampai di ring dua, tiket mereka sudah dirobek setengah. Jadi, sampai di ring satu mereka yang ada adalah mereka yang pegang tiket. Security mereka aktif," bebernya.
Bahkan, lanjutnya, pengaturan yang rapi untuk ajang-ajang besar pun sebenarnya sudah banyak diterapkan di Tanah Air, meskipun bukan untuk event olahaga.
"Ambil contoh konser Linkin Park kemarin, ada 30.000 orang datang. Tapi, tertib tidak ada yang bawa petasan atau botol minum dari luar, selain yang mereka jual di dalam. Kalau mereka bisa tertib, kenapa penonton sepakbola tidak?"
"Saya lihat kemarin, security mereka aktif. Mereka buat sekat-sekat sebelum masuk ke dalam area stadion dan penonton pun rapi dan mengantre. Ketika pertandingan security juga harusnya melihat ke penonton satu-satu," saran Nigara.
Selain itu, ia pun berharap agar pihak keamanan yang disiagakan di area GBK nantinya melakukan tugas dengan tegas tanpa kompromi, demi menjamin kelancaran pertandingan.
"Ini soal psikologi massa. Kalau penonton-penonton dibiarkan atau mereka cuma lihat dua atau tiga petugas, mereka pasti bakal melakukan. Tapi, kalau petugas tidak kompromi, mereka tidak akan berani," simpul Nigara.
0 komentar:
Posting Komentar